Powered By Blogger

Rabu, 05 Januari 2011

Spiritual Quotient Sebagai Kecerdasan Tertinggi

Setiap mahluk ciptaan Tuhan dianugerahi suatu kecerdasan, biasanya kecerdasan yang dimiliki oleh semua mahluk yang hidup dibumi ini adalah kecerdasan untuk tetap bertahan hidup, cara bagaimana seorang mahluk serta generasinya agar dapat terus survive dengan melakukan adaptasi dan evolusi. Rasa aman adalah implementasi dari kecerdasan primitif ini, terhindar dari bahaya yang berupa pemangsa maupun kekejaman alam merupakan akibat dari penggunaan quotient. Semakin tinggi tingkat kerumitan suatu mahluk diciptakan maka anugerah kecerdasan yang diberikan Tuhan juga semakin tinggi, dan manusialah mahluk yang diciptakan dengan kecerdasan yang paling tinggi, jika dilihat dari fisik otak , kemampuan otak manusia meliputi kecerdasan reptil atau batang otak, kecerdasan mamalia atau sistem limbik dan kecerdasan manusia atau neokortek yang membedakan dengan mahluk lainnya.
Fungsi dari batang otak atau otak reptil adalah perilaku yang berkaitan dengan insting untuk mempertahankan hidup, dorongan untuk mempertahankan spesies dengan memperhatikan pada ketersediaan makanan, tempat tinggal dan keberlangsungan reproduksi. Keaadaan bahaya atau gawat membangkitkan otak reptil untuk memutuskan menghadapinya atau menghindarinya. Disekeliling otak reptil terdapat sistem limbik yang cukup luas dan kompleks, sistem limbik dimiliki seluruhnya oleh hewan mamalia, fungsinya menyimpan emosi dan bersifat kognitif, sistem limbik menyimpan perasaan, pengalaman, memori dan kemampuan belajar pada mamalia. Sistem limbik merupakan panel kontrol utama menggunakan informasi yang disampaikan oleh panca indera manusia, kemudian informasi ini disampaikan ke bagian neokortek yang terbungkus di sekitar bagian atas dan sisi-sisi sistem limbik, fungsi bagian ini adalah mengatur pesan-pesan yang disampaikan oleh sistem limbik yang dapat berupa penalaran, berpikir secara intelektual, pembuatan keputusan dan lain-lain. Jadi sebenarnya yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah adanya neokortek dan disinilah kecerdasan manusia : IQ, EQ dan SQ berasal.
Pada mulanya, kecerdasan manusia hanya diukur dari tingkat kecerdasan intelektualnya atau IQ, IQ seorang manusia dapat ditempatkan pada tingkat-tingkat tertentu ; dibawah rata-rata, rata-rata, diatas rata-rata dan genius. Pemeringkatan ini berdasarkan hasil tes yang dilakukan saat, seseorang menyelesaikan suatu uji IQ. Ketika orang tersebut menganggap serius tes yang akan dihadapinya, akan mendapatkan hasil yang berbeda saat orang tersebut menganggap uji IQ sebagai suatu permainan belaka, karena ternyata tingkat emosi seseorang juga berpengaruh besar pada hasil uji tersebut. Dalam keadaan tertekan membuat seseorang cenderung mendapatkan hasil IQ yang lebih rendah dibandingkan jika ia menganggap tes IQ hanya main-main. Dari hasil pengamatan ini, ternyata IQ bukanlah satu-satunya patokan mengukur kecerdasan manusia, ada kecerdasan lain yang juga mempengaruhi. Kemudian timbulah konsep kecerdasan emosional atau EQ yaitu kecerdasan yang muncul dan dipengaruhi oleh nilai perasaan dan emosi kita, dan hal yang lebih mencengangkan adalah kecerdasan emosional ternyata lebih mendominasi dan mempengaruhi kehidupan manusia dibandingkan kecerdasan intelektual. Dari hasil riset yang dilakukan oleh para ahli psikologi didapat bukti ilmiah : keberhasilan hidup seseorang yang diukur dari tingkat kesuksesan dan kekayaan ternyata disebabkan oleh tingkat EQ orang tersebut, bukan dari kecerdasan intelektualnya. Kecerdasan intelektual hanya menjadi pengantar bagi keberhasilan seseorang yang lebih dipengaruhi oleh kecerdasan emosinya. Jadi orang yang memiliki IQ tinggi belum menjamin keberhasilan orang tersebut, bisa jadi di bagian pendidikan formal seperti sekolah, ia akan mendapatkan kesuksesan sebab pendidikan formal cenderung memberi porsi yang lebih besar untuk kecerdasan intelektual tetapi ketika ia memasuki dunia kerja, tempat orang tersebut harus berinteraksi dengan orang lain, pengaruh kecerdasan emosional akan lebih dominan. Biasanya orang yang memiliki IQ tinggi cenderung egois sehingga sukar diajak kerja sama maka orang tersebut akan mendapatkan kesukaran saat menghadapi dunia kerja yang lebih membutuhkan team work dibanding kerja individual. Orang dengan IQ cukup tinggi sulit untuk beradaptasi dengan dunia yang tidak sesuai dengan pandangannya, berbeda dengan individu yang berEQ tinggi, individu ini mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan kerja apapun karena memiliki kemampuan yang lebih dalam menghargai dan bekerja sama dengan yang lain.
Namun ketika orang tersebut dalam puncak kesuksesan dan keberhasilan, bergelimang dengan harta, prestasi dan penghargaan, akan muncul suatu titik balik berupa rasa jenuh dan bosan. Orang tersebut akan menanyakan kembali pada dirinya, apakah hal semua itu perlu bagi dirinya ? mengapa kesuksesan dan keberhasilan, tidak membuat hatinya bahagia ? okelah ketika seseorang mendapatkan prestasi tinggi misalnya dianugerahi Nobel, dia disambut dan dipuja-puja seluruh dunia, saat itu perasaannya dipenuhi oleh rasa senang tetapi untuk berapa lama rasa gembira itu akan hinggap didalam dirinya, dia akan kembli jatuh pada perasaan jenuh karena semua yang diinginkan dan dicita-citakan telah terwujud semuanya, dan menyangka bahwa dengan mencapainya akan memberikan rasa bahagia abadi, tetapi apa yang terjadi ternyata hanya rasa kehampaan yang didapatnya. Dunia serasa berhenti, vitalitas yang dimilikinya semakin hilang dan jika ia tidak memiliki kecerdasan lain ia akan terperosok pada jurang kehampaan yang penuh dengan perasaan depresi. Maka agar kita bisa memaknai hidup ini, saat suatu keberhasilan digapai dan mampu melihat keberhasilan tersebut sebagai suatu proses bukan tujuan hidupnya, diperlukan suatu kecerdasan yaitu kecerdasan spiritual atau SQ. Didalam otak manusia terdapat suatu titik yang dinamakan god spot, titik ini berhubungan dengan keyakinan kita akan keberadaan tuhan dan dalam god spot bersemayamlah kecerdasan spiritual atau SQ. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi dapat dilihat dari perilaku kehidupannya yang selalu dipenuhi oleh rasa kebahagiaan dan kegembiraan, ia memandang sekelilingnya bukan sebagai sesuatu yang perlu ditaklukan demi keberhasilannya tetapi lebih sebagai suatu ciptaan yang perlu disyukuri keberadaannya, rasa ego atau ke-aku-annya telah melebur hilang digantikan dengan rasa kebersamaan yang muncul setiap saat. Ia tidak lagi menghiraukan apa yang telah menjadi miliknya dan bukan miliknya, tidak lagi memikirkan mendapatkan apa yang belum ia miliki sebab semuanya yang ada disekelilingnya telah ia miliki. Ia tidak lagi terjebak dalam rasa penyesalannya terhadap masalah di masa lalu, tidak lagi mengkhawatirkan kehidupan di masa depan, tidak lagi terbebani oleh rasa khawatir, takut dan penyesalan tetapi hidup di masa sekarang, saat ini dengan indah dan apa adanya. Hal yang selalu dilakukan oleh orang dengan kecerdasan spiritual tinggi adalah mensyukuri apapun yang ia peroleh ; kegagalan, keberhasilan, sanjungan, makian, penghinaan. Ia telah mendapatkan kedamaian didalam dirinya yang memancar menyebar ke sekelilingnya memberikan rasa kasih sayang bagi semuanya. Seperti bunga yang menyebarkan keharuman bagi dunianya atau seperti matahari yang memancarkan sinar kehidupan, sang bunga dan matahari tidak pernah meminta balas jasa atas apa yang ia berikan, ia hanya memberi dan memberi.
Kita sebagai mahluk yang diciptakan oleh Tuhan paling mulia, ternyata diberikan anugerah yang begitu besarnya. Kemampuan kita sebagai manusia melebihi apa yang dimiliki mahluk lainnya, apalagi kecerdasan yang kita miliki mampu membuat kita menjadi seorang manusia dalam arti sebenarnya. Kita bisa menggapai suatu kecerdasan yang membuat kita menjadi bahagia bila mengetahui password untuk membukanya. Proses untuk mendapatkan kecerdasan ini adalah perjalanan mengenal dirinya sendiri, suatu safari agung menembus bayang-bayang dan topeng-topeng yang kita anggap selama ini sebagai diri yang sejati. Topeng tersebut sepertinya melekat kuat sehingga seakan-akan kita selalu diidentikkan dengan topeng yang kita pakai, topeng itu adalah ego kita, rasa ke-akua-an yang kita miliki menutupi sinar cemerlangnya diri sejati. Ego membuat kita tergantung terhadap apa yang orang lain pandang, kita menjadi begitu malu saat, pakaian yang kita kenakan dikatakan tidak sesuai dengan tubuh , kita menjadi marah saat seseorang mencela, menghina dan memaki kita. Ego menjadikan sesuatu sebagai yang disukai atau yang tidak disukai, ego cenderung untuk melampiaskan keinginan-keinginan kita, memberikan makanan-makanan yang lezat bagi nafsu dan hasrat.